Warning: "continue" targeting switch is equivalent to "break". Did you mean to use "continue 2"? in /home/resensib/public_html/wp-content/plugins/seo-ultimate/modules/class.su-module.php on line 1195
Fifty Shades of Grey movie review ulasan resensi film bahasa Indonesia

Resensi Film-Bhayu MH

Fifty Shades of Grey

Year : 2015 Director : Sam Taylor-Johnson Running Time : 125 minutes Genre : , , , ,
Movie review score
4/5

 

Jalan Cerita

Film dimulai dengan kamera langsung mengikuti kehidupan dua orang karakter pemeran utamanya. Satu orang pria muda yang terlihat sekali kalau ia sukses dan kaya-raya. Seorang lagi adalah seorang wanita muda yang tampak lugu dan tulus. Sang pria bernama Christian Grey, pengusaha muda berusia 27 tahun yang sangat sukses. Ia bukan keturunan keluarga kaya, melainkan ia mengkapitalisasi hartanya sendiri. Oleh karena itu, dalam khazanah bisnis, ia disebut sebagai “self-made billionaire”. Sementara sang wanita bernama Anastasia Steele, yang akrab dipanggil “Ana”. Ia berusia 21 tahun dan merupakan mahasiswi tingkat akhir jurusan sastra di kampus satelit Washington State University yang terletak di dekat Vancouver-Washington D.C. (Bukan Vancouver di Kanada, walau sama namanya).

Ana yang berasal dari keluarga sederhana digambarkan sehari-hari pergi ke kampus menggunakan mobil Volkswagen Beetle, yang di negara kita dijuluki “VW kodok”. Tetapi hari itu, ia diizinkan memakai mobil sport milik teman sekamarnya Kate Kavanagh. Sebabnya, hari itu ia akan menggantikan sahabatnya untuk mewawancarai Christian Steele di Seattle. Kate adalah mahasiswa jurusan jurnalisme yang menulis untuk koran kampus, dan edisi yang memuat wawancara dengan Christian adalah edisi wisuda.

Karena bukan tugasnya, Ana tampak canggung dan kurang persiapan saat melakukan wawancara. Bahkan saat memasuki ruangan kantor Christian yang besar, ia sudah tersandung dan terjatuh terjembab di depan pintu. Tetapi justru awal pertemuan konyol itu membuat Christian tertarik. Terutama sekali dari keluguan Ana yang tampak begitu ingin tahu.

Entah bagaimana, Christian mengetahui tempat di mana Ana bekerja paruh-waktu. Ia mengunjungi toko peralatan bertukang yang besar dan berbelanja pengikat kabel, lakban, serta tali. Tiga alat yang sangat menunjukkan kebiasaan seksualnya. Saat itulah, Ana mengutarakan keinginannya untuk mendapatkan foto Christian yang asli, bukan sekedar mengambil dari internet. Christian pun setuju untuk mengatur sesi pemotretan di Heathman Hotel tempatnya menginap.

Seusai pemotretan, Christian mengajak Ana minum kopi bersama. Kate sudah menengarai ketertarikan Christian kepada sahabatnya. Tetapi sang sahabat masih malu-malu dan tak mau mengakuinya. Saat berjalan menuju café, secara gamblang Christian bertanya apakah José sang fotografer dan Paul rekan kerjanya adalah pacar Ana. Secara gamblang pula Ana menyangkal.

Saat minum kopi, Christian bertanya mengenai keluarga Ana. Tetapi, entah kenapa, tiba-tiba ia berubah pikiran. Ia seperti panik dan segera pergi, menyatakan tidak bisa melakukannya kepada Ana. Tetapi “melakukannya” itu apa, tidak diberikan penjelasan.

Beberapa waktu kemudian, tiba-tiba datang paket ke kontrakan Ana dan Kate. Ternyata itu adalah hadiah kelulusan dari Christian untuk Ana. Isinya adalah satu set buku cetakan pertama Tess of the d’Urbervilles yang langka. Ana terkejut karena tahu buku itu sangat mahal dan berharga.

Untuk merayakan kelulusan, Ana diajak oleh Kate dan José pergi ke bar. Tetapi karena kurang pengalaman, Ana malah terlalu banyak minum sampai mabuk. Ia secara spontan menelepon Christian yang segera bergegas datang menjemput. Saat Ana keluar bar hendak muntah, José mengejarnya dan menyatakan cintanya kepada Ana, bahkan memaksa hendak menciumnya. Tepat saat itulah Christian tiba dan mendorong José.

Ana pun jatuh pingsan karena mabuk dan dibawa Christian ke hotel tempatnya menginap. Ia bahkan meminta supirnya untuk mengambilkan pakaian ganti bagi Ana. Di pagi hari, Ana bangun dengan bingung, tetapi bisa menerima tindakan Christian semalam yang menyelamatkannya.

Keduanya kemudian mulai sering bertemu. Dan Christian mengundang Ana untuk datang ke apartemen dua lantai miliknya. Christian memperkenalkan Ana ke “dunia rahasia”-nya, yaitu dunia BDSM. Itulah jawaban nyata dan jujur mengapa Christian masih tetap melajang di usia yang bagi dunia barat sudah layak menikah itu. Padahal, Kate sempat menitipkan pertanyaan saat wawancara karena ragu Christian seorang gay.

Setelah itu, Christian “melamar” Ana menjadi “partner seksual”-nya dengan status “submissive”. Ia mengajukan “perjanjian rahasia” (non-disclosure agreement) untuk itu. Christian menyatakan itulah satu-satunya hubungan kekasih yang dilakukannya, bukan pacaran biasa. Di saat itulah Ana memberitahukan bahwa dirinya masih perawan. Christian yang menghargai komitmen Ana dalam membahas perjanjian lantas menawarkan “bonus” berupa hubungan normal laiknya orang pacaran, satu hari dalam sepekan. Sementara di akhir pekan Ana harus tinggal di apartemen Christian sebagai “submissive”.

Begitu Ana setuju untuk masuk dalam hubungan tersebut, Christian menghujaninya dengan hadiah, termasuk laptop baru dan mobil baru, sementara mobil lamanya dijual. Saat wisuda, ternyata Christian justru diminta pihak kampus untuk memberikan sambutan dari tokoh yang dianggap sukses.

Mereka berdua makin dekat justru seusai wisuda. Sesuai rencana, Kate dan Ana pindah ke Seattle, dimana kantor pusat dan tempat tinggal Christian berada. Hingga di suatu malam, Ana menemani Christian berkunjung ke rumah orangtuanya. Saat makan malam, Ana mengatakan dirinya akan pergi keesokan harinya untuk mengunjungi ibunya di Georgia. Ia juga mengatakan kalau menginginkan hubungan yang romantis dibandingkan hubungan satu arah seperti diinginkan Christian. Mendapatkan “tuntutan” itu, Christian tampak gusar. Tetapi tanpa diduga, Christian tiba di Georgia dan mengunjungi rumah ibu Ana. Tetapi ia mendadak harus pergi karena ada situasi mendesak di Seattle.

Setelah Ana kembali lagi ke Seattle, Ana dan Christian terus berhubungan. Tentu saja dengan cara yang diinginkan Christian, yaitu menjadikan Ana sebagai “submissive”-nya. Semula Ana tampak senang, bahkan saat pagi hari usai pertama kali berhubungan seks, ia berinisiatif memasak pancake untuk sarapan sambil bernyanyi riang. Mereka berdua terus melakukan “eksperimen” dalam hubungan seksual, tetapi secara emosional Christian tetap menjaga jarak dari Ana. Secara sengaja, Ana “melanggar peraturan” yang ada dalam kontrak. Karena ia belum menandatanganinya, dalam upaya memahami Christian secara psikologis, Ana memintanya untuk melakukan “penghukuman” atas dirinya. Ia ingin tahu, hukuman macam apa yang akan diberikan padanya bila melanggar “peraturan dalam kontrak”.

Maka, Christian pun “menghukum” Ana dengan mencambuk pantatnya menggunakan sabuk kulit sebanyak enam kali. Ana disuruh menghitung setiap kali sabuk itu mengenainya. Meski menyelesaikan “hukuman”-nya, Ana gusar karena tindakan itu jauh dari harapan dan bayangannya akan cinta yang romantis. Ana menyimpulkan bukan hubungan macam itu yang diinginkannya. Ia juga mengatakan Christian telah salah menduga dirinya. Maka, meskipun untuk semalam lagi Ana masih menginap di apartemen Christian, lelaki itu sama sekali tidak menyentuhnya. Hingga pagi harinya Ana memutuskan pergi. Saat ia meminta kembali mobilnya, Christian mengatakan sudah dijual oleh supirnya. Dan Ana pun meminta uangnya sambil mengembalikan mobil pemberian Christian. Ia pun pergi meninggalkan Christian, turun menggunakan lift untuk kemudian diantar oleh supir Christian. Jelas akhir yang menyisakan pertanyaan. Dan jelas masih ada sekuelnya karena film ini diangkat dari buku pertama dari serial trilogi novel.

Di bagian akhir pasca “credit title”, diperlihatkan adegan Ana tengah membaca buku di apartemennya. Tiba-tiba, ia didatangi seorang wanita yang membawa pistol. Dia adalah Leila Williams, mantan “submissive” Christian yang cemburu.

Kritik Film

Fifty-Shades-of-Grey-2015Film ini gila! Lebih gila daripada Birthday Girl (2001), film sejenis besutan sutradara Hollywood Jez Butterworthi yang dibintangi Nicole Kidman dan Ben Chaplin. Bahkan juga dari film independen karya sutradara Steven Shainberg yang dibintangi Maggie Gyllenhaal dan James Spader, yaiu Secretary (2002). Kedua film yang saya sebutkan adalah dua film layar lebar dengan tema serupa, yaitu menunjukkan aktivitas sesual yang di dunia seksologi dan psikologi lazim disebut BDSM (Bondage, Dominance/Discipline, Sadism, Masochism). Bahkan nama belakang (family name) karakter pria di Secretary (2002) dan Fifty Shades of Grey (2015) sama, yaitu Grey. Walau di Secretary (2002) namanya E. Edward Grey. Kedua film ini tayang di layar lebar, sehingga tidak bisa dikategorikan film pornografi. Walau sebenarnya tema yang diangkat memang berasal dari dunia fetishisme (kebiasaan atau perilaku seks yang dianggap kurang lazim dilakukan oleh orang awam).

Terus-terang, saya sangat men yukai cara penggambaran aktivitas seksual yang sensual secara berseni dan berselera tinggi. Sutradara Sam Taylor-Johnson berhasil meramu berbagai aspek pendukung menjadi satu kesatuan film yang nikmat disaksikan. Sebagai sebuah adaptasi dari novel laris karya sastrawan Inggris E.L. James, film ini mampu menghadirkan nuansa yang digambarkan dalam tulisan. Sebagai bagian dari trilogi, keseluruhan seri buku ini terjual lebih dari 100 juta salinan di seluruh dunia! Dahsyat kan?

Film ini digarap sangat serius. Bahkan semula peran Christian Grey akan diberikan pada Robert Pattinson dan Anastasia Steele sebagai Kristen Stewart. Penggemar film akan tahu, bahwa dua nama itu adalah bintang di 5 serial film franchise The Twilight Saga. Dan di sana, karakter Edward Cullen (Robert Pattinson) serta Bella Swan (Kristen Stewart) adalah pasangan kekasih. Kalau keduanya main lagi sebagai kekasih di film ini, pemirsa akan rancu dan film ini akan menjadi “bayangan” dari film lain. Sejumlah nama besar seperti Ryan Gosling dan Charlie Hunnam juga sempat di-casting oleh produser dan sutradara. Tetapi kemudian kita tahu yang terpilih adalah Jamie Dornan sebagai Christian Grey dan Dakota Johnson sebagai Anastasia Steele.

Original Sound Track film ini juga keren-keren. Albumnya memuat tak kurang dari selusin lagu karya musisi kenamaan. Di daftarnya ada Frank Sinatra, The Rolling Stone, Beyonce, Avril Lavigne, Annie Lennox, Laura Welsh, Ellie Goulding, Sia, Skylar Grey, dan yang paling fenomenal dari sisi video-clipnya adalah The Weeknd. Penyanyi belia yang sekarang sedang naik daun, Rita Ora yang “melamar” untuk ikut menyanyikan OST-nya malah didapuk ikut bermain sebagai Mia, adik Christian Grey. Sekedar catatan, single kedua OST film ini yaitu “Love Me Like You Do” yang dinyanyikan oleh Ellie Goulding sempat menduduki tangga ke-3 dari daftar elite “Billboard Hot 100”. Di Amerika Serikat saja, OST film ini terjual tak kurang dari 516.000 salinan! Satu jumlah luar biasa di tengah era digital yang penuh pembajakan seperti saat ini.

Sebagai orang yang “bisanya cuma nonton sama ngomentarin”, saya merasakan sensasi tersendiri saat menyaksikan film ini. Bukan nafsu seperti saat menonton film pornografi, tapi lebih kepada petualangan. Apalagi sebagai pria yang memiliki karakter “achiever”, saya melihat apa yang dicapai oleh Christian Grey bukanlah hal yang mudah. Dan perilaku seksualnya kemudian menjadi “termaafkan” karena seperti pernyataannya, “ia setia hanya pada satu orang saja”. Ini jelas lebih bagus daripada mereka yang “doyan jajan” atau “punya bini segudang”. Kerja-kerasnya dalam hidup hingga mencapai kesuksesan seolah menjadikan permainan seks sebagai bagian dari “hadiah”-nya yang istimewa.

Film ini memperlihatkan bahwa di dunia hidup beragam manusia dengan aneka karakter, pikiran, pandangan, dan kebiasaan. Karakter Christian Grey dan Anastasia Steele adalah pribadi terhormat di masyarakat. Mereka punya status sosial tinggi dan jelas bukan penjahat. Dan melakukan aktivitas seksual sama sekali bukan kejahatan, selama didasari suka sama suka antar pasangan. Maka, memang secara gamblang film ini seolah “mengkampanyekan” satu cabang kebiasaan seksual yang dianggap tak lazim bagi orang awam. Bagi yang sudah pernah mengalami, tentu tahu gaya yang dianggap normal dalam bercinta adalah “missionary position”. Padahal, sejak lama manusia sudah tahu dan mengeksplorasi seks bukan sekedar sebagai “tugas reproduksi biologis” belaka. Melainkan, seks merupakan sebuah kenikmatan dan petualangan hidup. Kitab Kamasutra dan candi-candi Hindu-Buddha pun menunjukkan sebuah kesiapan manusia terhadap aktivitas tersebut. Artinya, seks ala agama Abrahamic tidaklah selalu menjadi sebuah keharusan bagi yang lain.

Bila kita berpikiran terbuka dan menangkap makna positifnya, film ini bisa memotivasi kita untuk maju dan sukses. Tapi bila pikiran kita jorok dan menstigma negatif pola pikir, pandangan hidup, dan adat-kebiasaan orang lain di negara lain, pasti juga menganggap film ini tak layak. Jadi, seperti kata Aa Gym, isi teko akan keluar dari mulutnya saat dituangkan. Kalau isinya susu, yang keluar susu. Kalau isinya kopi, yang keluar kopi. Jadi, terserah Anda saja bagaimana menilainya. 😉

Leave a Reply